Perlu pemahaman bersama tentang potensi migas Aceh

Adanya UU PA No 8 Thn 2006 memang membuka ruang bagi Aceh untuk bisa terlibat secara aktif dalam pengelolaan potensi alam yang dimiliki, salah satunya disektor migas, namun faktanya 4 tahun pasca berlakunya UU tersebut, aturan teknisnya berupa PP Migas agak nya masih jauh dari harapan.


Posisi tawar Aceh yang merupakan propinsi dengan kemenangan mayoritas SBY dan demokrat di DPR pusat belum menunjukkan nilai lebih bagi Aceh (dalam konteks persetujuan PP Migas), juga eksekutif dan legislatif Aceh masih belum menunjukkan taring kemampuan lobbynya di tingkat nasional.

Ketidakjelasan PP migas ini juga sempat membuat gerak kegiatan investasi migas di Aceh mengalami kemacetan dalam satu tahun terakhir, saat itu Pemda Aceh menunggu keluarnya payung hukum, dengan harapan Aceh bisa terlibat aktif bila PP Migas tersebut disetujui. Pemda aceh sendiri juga membentuk Tim Advokasi migas yang terdiri atas para praktisi migas asal Aceh, hasil nya berupa rekomendasi ke gubernur terhadap sikap yang perlu diambil (tentu tulisan ini tidak dalam porsinya membahas tentang isi rekomendasi tersebut). Namun medio Juli 2010, media mempublikasikan bahwa Pemda Aceh telah menyetujui perpanjangan kontrak pengelolaan (PSC) diblok A yang awalnya berakhir 2011, sehingga keputusan ini menjadi catatan sejarah penting dalam kegiatan investasi migas di Aceh pasca berlakunya UU PA thn 2006.

Pemda Aceh telah mengalokasikan waktu +/- 1 tahun untuk mengkaji dari berbagai aspek hingga menyetujui perpanjangan PSC tersebut, keputusan ini tentu tidak mungkin dapat memberi kepuasan kesemua pihak, apalagi jika merujuk pada semangat dan cita-cita terbentuknya UU PA, satu sisi tim advokasi migas telah bekerja dan memberi rekomendasi dan Pemda Aceh juga telah membuat keputusan, setelah keputusan ini dibuat maka selayaknya diskusi bergeser kearah pemikiran bagaimana membuat posisi Aceh menjadi lebih strategis keterlibatannya dimasa akan datang dalam pengelolaan potensi migas.

Hal yang memang perlu terus kita ingatkan kepada eksekutif dan legislatif Aceh adalah perlu lebih kerja keras lagi dan komitmen bersama agar semua amanah UU PA dapat terealisasikan di Aceh, tidak ada artinya menyalahkan Jakarta atau pihak lainnya, namun lebih bijak bercermin diri untuk tindakan koreksi kedepan.

Semua memahami saat Pemda Aceh membuat keputusan tersebut (meski PP Migas belum terbit), pertanda bahwa semua regulasi yang selama ini menjadi acuan investasi migas seperti hal nya keberadaan BP Migas dan produk regulasinya, baik pada tahap lelang blok, tahap Eksplorasi, Eksploitasi (Produksi), persetujuan POD, WP&B dan AFE nya, Pedoman Tata Kelola (PTK) serta lainnya, Aceh akan mengadopsi nya, kecuali dari sisi porsi bagi hasil.

Posisi tawar Pemda Aceh ke pusat adalah permintaan penempatan perwakilannya dalam organisasi BP. Migas yang akan ikut mengontrol kegiatan investor migas. Keberadaan tim ini tentu sangat penting, sehingga disaat berhasil terwujudnya BP. Migas Aceh (apapun namanya) maka Aceh sudah siap, sebuah keharusan tim ini terbebas dari unsur kepentingan politis dan murni berangkat dari profesionalitas semata untuk mengoptimalkan Eksplorasi dan Produksi migas demi mencetak potensi penerimaan keuangan Aceh (bukan malah menciptakan beban cost dan birokrasi tambahan).

Seperti diketahui investasi migas termasuk High risk, High capital dan High technology. Sesuai aturan, Investor migas harus menalangi dulu semua biaya kegiatan eksplorasi (biaya penguasaan blok migas, survey geologi, geofisika, survey seismic dan gravitasi, hingga drilling untuk memastikan ada tidaknya potensi hidrokarbon dalam cebakan), ditahapan ini jika ditemukan cadangan Migas & bernilai ekonomis maka investor telah punya sebuah harapan, kerja keras & talangan dana terus harus berlangsung hingga blok tersebut bisa berproduksi, sedangkan semua biaya investasi yang timbul (Capital + Non Capital) akan menjadi beban cost recovery (setelah blok berproduksi). Sebaliknya jika potensi migas tidak berhasil ditemukan, maka investor hanya gigit jari (semua biaya menjadi resiko investasi yang tidak mendapatkan kompensasi dari pemerintah).

Tinggi nya resiko tersebut, menuntut adanya back up yang kuat akan kepastian hukum, investor harus didukung sepenuhnya untuk dapat bekerja secara optimal, tentu dalam koridor (regulasi) yang ada dan selama keberadaan mereka memiliki nilai tambah bagi masyarakat diwilayah kerjanya. Kita juga wajib terus memonitor strategi yang dijalankan investor secara proporsional dan ikut mendorong dalam mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (GCG), sehingga semua beban biaya yang masuk dalam cost recovery tepat sasaran dan efisien.

Saat ini beberapa blok migas di Aceh akan masuk tahapan Eksploitasi (produksi) yaitu Blok A dilapangan Aluesiwah Bagok Nurussalam (Medco), Blok Perlak (Pacific Oil - Pertamina KSO) serta Blok Offshore Krueng Mane (ENI), Sedangkan blok lainnya masih tahapan eksplorasi yaitu Blok Seuruway di pesisir pantai Bagok Nurussalam (Transword), Blok pesisir aceh utara (Zaratex) dan lainnya.

Blok A saat ini dalam proses persetujuan perpanjangan PSC serta persetujuan WP&B dan AFE. Bila berjalan lancar, blok A akan segera masuk tahapan pembangunan fasilitas produksi (EPC) di bagok Nurussalam, dengan durasi proyek +/- 2 tahun (prediksi medio 2012 bisa Gas In). Tahapan EPC ini akan menyerap nilai investasi paling dominan dari semua rangkaian kegiatan sektor migas. Tahap ini akan sangat menentukan target waktu produksi, mengingat beberapa equipment utama fasilitas produksinya termasuk Long lead Items (LLI), seperti halnya gas turbine compressor, CO2 removal serta equipment lainnya yang harus diimpor dan membutuhkan waktu order +/- 1 tahun sejak penerbitan PO hingga pengiriman ke lapangan.

Sungguh akan sangat beresiko secara cost dan target produksi jika kegiatan pembangunan ini harus terhenti akibat non teknis, tentu harus menjadi pemahaman bersama bahwa ketika investor mengalami kendala pelaksanaan tahapan EPC yang mengakibatkan pembengkakan biaya, maka kerugian yang ditimbulkan bukan hanya menjadi tanggungan investor, tapi akan berimbas kesemua pihak dari sisi beban cost recovery dan konsekuensinya besaran bagi hasil / Equity to be Split (pemda Aceh, Pusat & investor) akan berpengaruh.
Pint utama tulisan ini adalah saat kita telah menyatakan selamat datang pada investor, maka dukungan dari semua unsur pemda Aceh dan partisipasi semua elemen masyarakat akan sangat menentukan keberhasilannya, sehingga kegiatan investasi migas akan dapat memberi nilai tambah bagi Aceh demi kemaslahatan bersama.

1 komentar: