Profil : Gas Blok A Development Project (Medco Energy)

PROFIL LAPANGAN MIGAS BLOK A ACEH
(2 x 60 MMSCFD Blok A Gas Development Project )

I. SEKILAS POTENSI MIGAS DI ACEH

Meskipun cadangan migas yang dimiliki Aceh saat ini sudah tidak begitu berkilau seperti dijaman kejayaan lapangan Arun, namun tetap saja masih menyisakan beberapa lapangan yang berpotensi untuk dikembangkan dan menghasilkan Minyak dan Gas, ini terjadi karena selama kurun waktu 30 tahun konflik beberapa lapangan migas yang sudah memiliki cadangan terbukti, belum bisa ter eksploitasi, diantaranya :

• Blok A (blok ini dikelola oleh Medco Energy) dan saat ini memasuki tahapan eksploitasi (Produksi). Blok ini diprediksi bisa menghasilkan gas sebesar 125 MMSCFD. Berada diwilayah Aceh Timur.

• Blok Perlak (Blok ini dikelola oleh PT. Pertamina, dan yang menjadi Operatornya adalah PT. Pacific Oil & Gas sebagai partner Kerja Sama Operasi), Blok ini saat ini dalam persiapan untuk produksi (yang sempat terhenti pembangunan fasilitas produksinya pada awal tahun 2008, akibat turunnya harga minyak pada titik terendah, sehingga menurunkan nilai keekonomian). Blok Perlak ini diprediksi menghasilkan Crude Oil +/- 4000 BOPD. Berada di Perlak Aceh Timur.

• Blok Kueng Mane (dikelola Oleh ENI Spa), blok ini berada di pantai Krueng Mane (offshore) Aceh Utara dan dalam persiapan menuju tahap Eksploitasi (Produksi), sudah ditemukan cadangan gas terbukti, hingga saat ini ENI Spa dalam proses untuk mengajukan POD ke BP. Migas, dari Blok A ini diprediksikan bisa menghasilkan gas +/- 60 MMSCFD, dan rencananya juga untuk memenuhi kebutuhan industri di Aceh.

• Adapun blok migas lainnya masih dalam tahapan Eksplorasi (seismic & Drilling) yaitu : Blok Seureuway di sepanjang pantai Bagok Nurussalam Aceh Timur (Pengelola : Transword Seureuway Ltd) serta Blok pantai Lhokseumawe (Pengelola : Zaratex), Kontraktor di kedua blok ini masih aktif melakukan kegiatan eksplorasi hingga saat ini.
II. LOKASI LAPANGAN MIGAS BLOK A

Blok Migas (disebut Blok A Aceh) ini berada di wilayah Kabupaten Aceh Timur Propinsi Aceh, tepatnya berada dibeberapa wilayah Kec : Nurussalam, Kec : Simpang Ulim Kec : Kuta Binjei Kec : Darul Aman Kec : Idi rayeuk, Kec : darulaman, Kec Nurussalam, Kec Kutabinje & Kec Perlak, Bayeun dan Langsa. dengan luasan area 1803 Km2.

III. SEJARAH PENGELOLAAN BLOK A :

 1 Sept 1961 : Sign Contract - Pertamina & Asamera (Utk ijin operasi selama 30 tahun)

 1 Sept 1991 : Extend Contract hingga 1 Sept 2011 (utk 20 tahun)

Luas area kerja Block A (Original) : 3910 Km2

Luas (revisi / Terkini) : 1803 Km2

 1999 ~ 2006 : Dikelola oleh Exxon Mobil & Conoco Philips

 15 Agustus 2005 : Kesepakatan damai GAM dan Pemerintah pusat

 April 2006 : Medco bersama partner (Premier & Japex) mengakuisi kepemilikan saham ExxonMobil.

 1 Agustus 2006 : UU Pemerintah Aceh (UU PA No 11) ditandatangani Presiden SBY.

 Januari 2007 : Medco bersama partner (Premier & Japex) mengakuisi kepemilikan saham ConocoPhilips.

 Sept 2011 : Kontrak Blok A berakhir.

 Feb 2009 : Medco Mengajukan perpanjangan Kontrak 20 tahun, menjadi Sept 2031.

IV. KOMPOSISI KEPEMILIKAN SAHAM SAAT INI

 Medco Energy (Medco E&P) : 41,67%

 Premier Oil : 41,66%

 Japex : 16,67%

Disepakati Medco Energy (PT. Medco E&P Malaka) yang bertindak sebagai Operator.

V. PROFIL CADANGAN HIDROKARBON DI BLOK A

Saat Medco (bersama partner) mengakuisisi Blok A ini, Blok dalam kondisi telah ditemukan cadangan terbukti Hidrokarbon (MiGas), yang berada dibebarapa lapangan yaitu :

• Lapangan Alusiwah (AS 08,09 & 10)
Lapangan migas ini berada di Desa Aluesiwah Bagok Kec Nurussalam Kab Aceh Timur,dengan Koordinat masing-masing well nya berada di koordinat 04.56’.27,9” N, 97. 26’. 45,6” E (AS 08), 04.53’.32,7”N, 97.38’.44,2” E (AS 09) dan 04.55’.42” N 97.37”.49,1”E (AS 10). Lokasinya +/- 14 KM ke arah Selatan dari Bagok (Kec Nurussalam / Kuta Binjei) dari Jalan Raya Medan – Banda Aceh.

Dari ketiga lapangan ini diprediksi dapat menghasilkan Gas sebesar 110 MMSCFD.
• Lapangan Juluk Rayeuk

Berada di Kec : Julok Kuta Binjei Aceh Timur, dari lapangan ini diprediksi dapat menghasilkan Gas 5 MMSCFD. Berlokasi +/- 13 KM dari jalan raya Medan – Banda Aceh.
• Lapangan Alu Rambong

Berada di Desa Alue Rambong Kec Julok Kuta binjei Aceh Timur dan dari lapangan ini diprediksi dapat menghasilkan gas 25 MMSCFD. Lokasi sumur gas nya berada di Koordinat : 05.02’.17,6 N, 97.76’.45,6”E. Lokasi nya +/- 1 KM dari Jalan Raya Medan - Banda Aceh

Disamping menghasilkan gas, ketiga lapangan tersebut juga menghasilkan condensate sebesar 2800 MOBD. Status cadangan Gas terbukti telah disertifikasi oleh GCA (Gastner Clien & Associates) pada akhir 2007.

Ketiga lapangan migas tersebut, masuk dalam POD yang diajukan Medco ke BP. Migas untuk menuju tahapan Eksploitasi (Produksi). Disamping memiliki cadangan gas, di Blok A juga memiliki cadangan minyak (meskipun tidak signifikan) yaitu di beberapa lapangan Perlak Aceh Timur, namun demikian sepertinya Medco akan memasukkan pengembangan Lapangan minyak Perlak ini sebagai bagian dari POD tahap berikutnya.

VI. AKTIFITAS YANG DILAKUKAN MEDCO PASCA AKUISISI BLOK A

• Area Sumur Gas (lapangan Alusiwah, Alurambong & Julo Rayeuk).

Medco telah melakukan Re survey serta pendataan kondisi terkini dari sumur-sumur di beberapa lapangan migas tersebut. Persiapan yang dilakukan untuk menuju tahapan pembangunan fasilitas produksi adalah pada Oktober 2008 ~ Maret 2009 dilakukan kegiatan FEED (oleh Technip Indonesia), serta beberapa pekerjaan persiapan lainnya dilapangan : soil investigasi dan topography serta pendataan kondisi social masyarakat untuk program ComDev.

• Area Sumur Minyak (lapangan Perlak).

Medco melakukan pencucian (cleaning) beberapa sumur minyak yang ada di Perlak Aceh Timur (Enhance Oil Recovery), yang diprediksi masih menyisakan cadangan minyak. Pekerjaan ini dilakukan pada pertengahan hingga akhir 2008.
VII. PROFIL PEMBELI GAS (GAS BUYER) :

Setelah mengakuisisi Blok A dari Exxon dan Conoco Philips, Medco telah berhasil mencapai kesepakatan penjualan gas dengan PLN dan PT. PIM, semua gas yang diproduksi dari Blok A ini, sepenuhnya akan terserap untuk Domestic Market di Aceh yaitu :

• PT. Pupuk Iskandar Muda (Lhokseumawe).

Untuk PT. PIM telah terikat kontrak jual beli gas, dengan kontrak supply 223 TBTU atau 110 MMSCFD selama 7 tahun, dengan harga USD 5 / MMBTU) plus 60% tambahan profit dari selisih harga dasar Urea pasar internasional. Perjanjian jual beli gas (GSA) sudah disepakati pada 10 Des 2007.
• PT. Perusahaan Listrik Negara (Pembangkit Listrik dibangun di Aceh Timur)

PT. PLN mendapat porsi gas sebesar 15 MMSCFD dengan estimasi nilai kontrak USD 565 Juta dalam kurun waktu supply selama 17 tahun, dan telah disepakati perjanjian jual beli gas (GSA) pada 9 April 2008).
VIII. BEBERAPA ISU PENTING (TERKAIT PERIJINAN PSC BLOK A OLEH PEMDA ACEH)

• Status Perpanjangan PSC Blok A.

Medco memiliki ijin pengelolaan Blok A hingga Sept 2011 dan pada Februari 2009 Medco telah mengajukan permohonan perpanjangan kontrak selama 20 tahun ke BP. Migas & ESDM (menjadi sept 2031), saat itu pemerintah pusat memberi sinyal akan memperpanjang kontrak Blok A tersebut kepada Medco, namun Pemerintah Aceh belum menyetujuinya (terkendala regulasi berupa UU PA No 8 Thn 2006 yang menyatakan bahwa Pemerintah Aceh memiliki kewenangan secara bersama-sama pemerintah pusat dalam hal pengaturan pengelolaan sumber daya alam di propinsi Aceh). Proses perijinan perpanjangan PSC tersebut mengalami deadlock selama +/- 1 tahun.
• Regulasi tentang Pengelolaan Migas di Aceh

Pasca kesepakatan damai antara Pemerintah Pusat dengan GAM, melahirkan sebuah UU tentang Pemerintah Aceh yaitu UU PA No 11 Tahun 2006, yang ditandatangani oleh Presiden RI pada tanggal 1 Agustus 2006. Isi dari UU PA adalah kewenangan Pemerintah Aceh dalam pengelolaan pemerintahan daerah, ekonomi, budaya, poltik dan pengelolaan sumber daya alam.

Adanya UU PA No 11 2006 ini juga menjadi pembeda antara Propinsi Aceh dengan propinsi lainnya di Indonesia, salah satunya mengenai pengelolaan Migas (jika propinsi lain semua pengelolaan migas di atur oleh BP Migas / ESDM dan propinsi hanya menerima setoran bagi hasil, sedangkan Propinsi Aceh memiliki kewenangan yang setara dengan Pemerintah Pusat, baik dalam penentuan pengelola Blok migas, pengontrolan budget operasi Operator migas dan lainnya, seperti layaknya peranan BP. Migas & ESDM). Sebagai Badan Pengelolanya akan dibentuk BP. Migas Aceh (yang terdiri atas perwakilan BP. Migas Pusat dan Perwakilan Aceh).

Adapun tentang pengelolaan SDA, didalam UU PA tersebut diatur dalam pasal sbb :

Pasal 160 :

1. Pemerintah Pusat & Pemerintah Aceh melakukan pengelolaan bersama sumber daya alam minyak & gas bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh.

2. Untuk melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Aceh dapat mununjuk atau membentuk suatu badan pelaksana yang ditetapkan bersama.

3. Kontrak kerjasama dengan pihak lain untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi dalam rangka pengelolaan minyak dan gas bumi dapat dilakukan jika keseluruhan isi perjanjian kontrak kerjasama telah disepakati bersama oleh Pemerintah dan Pemerintah Aceh.

4. Sebelum melakukan pembicaraan dengan Pemerintah mengenai kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Aceh harus mendapat persetujuan DPRA.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 161 :

1. Perjanjian kontrak kerjasama antara Pemerintah dan pihak lain yang ada pada saat Undang-undang ini diundangkan dapat diperpanjang setelah mendapat kesepakatan antara Pemerintah dan Pemerintah Aceh sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3).
Pasca terbitnya UU PA tersebut, mengalami kendala dalam hal implementasi, mengingat aturan teknisnya berupa PP (Peraturan Pemerintah) & PerPres (Peraturan Presiden) belum juga diterbitkan oleh Pemerintah Pusat & DPR. Per Juli 2010 pemerintah pusat baru menyelesaikan dan telah diimplementasikan di Aceh yaitu PP tentang Partai politik, PP bagi Hasil migas & Otsus.
Adapun yang masih menyisakan (dalam proses pembahasan Legislatif & Eksekutif pusat) adalah 6 PP dan 3 PerPres, yaitu PP tentang pengelolaan bersama SDA Minyak & Gas Bumi, PP tentang pelimpahan kewenangan pemerintah pusat yang bersifat nasional ke Aceh, PP Pelimpahan kewenangan Pemerintah kepada dewan kawasan Sabang (DKS), PP tentang / persyaratan dan tata cara pengangkatan & pemberhentian Sekretaris Daerah Aceh & Sekretaris Kabupaten / Kota, PP tentang tata cara pelaksanaan tugas & wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah, PP tentang Standar, Norma, dan Prosedur Pembinaan & Pengawasan PNS Aceh dan Kabupaten / Kota.
Dengan belum tuntasnya payung hukum berupa PP Migas tersebut, maka Pemerintah Aceh juga tidak bersedia untuk menyetujui perpanjangan PSC Blok A untuk Medco, mengingat salah satu point utama dari PP Migas tersebut adalah mengenai kewenangan pemerintah Aceh dan Pusat secara bersama-sama membentuk sebuah Badan Pelaksan Migas (BP. Migas Aceh), sehingga nantinya diharapkan Aceh punya peranan dalam pengelolaan sumber migasnya.
• Perkembangan Status Perpanjangan PSC BLOK A.

Status permohonan perpanjangan PSC Blok A oleh medco sempat mengalami status “dalam Evaluasi Pemerintah Aceh” selama +/- 1 tahun dan secara paralel Pemda Aceh juga membentuk Tim Advokasi Migas / Tim 5 (terdiri atas para senior praktisi migas asal Aceh : Ketua : Bp. Ramli Djaafar / Eks Humas Pertamina Pusat, Surya Dharma / Direktur Pengembangan Pertamina Geothermal, Ibrahim Hasyim / Anggota BPH Migas, Sjahabuddin / Eks Pertamina dan Ridwan Nya’ Baet / Eks Pertamina) yang bertugas untuk melakukan kajian dan mereview permohonan perpanjangan PSC Blok A serta sebagai perwakilan Aceh dalam proses negosiasi dengan pemerintah pusat dan DPR mengenai PP Migas dan pembentukan BP. Migas Aceh, selanjutnya memberi rekomendasi ke Gubernur Aceh mengenai langkah-langkah yang perlu diambil.

Berdasarkan hasil pertemuan  dengan Tim 5 pada tanggal 6 April 2010 (saat Pusat Pengkajian & Pengembangan Aceh / P3A menggelar seminar tentang kegiatan investasi Migas Aceh di Plaza Sentral Jakarta), terungkap bahwa isi rekomendasi Tim 5 ini adalah agar pemda Aceh dapat menunggu terbitnya PP Migas (baru setelah itu, menyetujui perpanjangan PSC Blok A), dengan harapan agar perpanjangan PSC blok A berada dalam koridor hukum UU PA dan PP Migas Aceh.

Namun setelah melewati proses negosiasi yang panjang, awal Juli 2010 Pemerintah Aceh bersama DPRD Aceh (DPRA) menyetujui perpanjangan PSC Blok A, sehingga selanjutnya Medco melakukan koordinasi dengan BP. Migas dan ESDM perihal perpanjangan PSC Blok A serta pengajuan WP&B dan AFE untuk persiapan pengembangan Blok A menuju tahap Eksploitasi (Produksi) berupa pembangunan fasilitas produksi.
• Perkembangan Terkini.

Pasca disetujuinya perpanjangan PSC oleh Pemerintah Aceh (Gubernur), ternyata masih menyisakan persoalan yaitu adanya permintaan dari Pemda Aceh Timur yaitu menyangkut Participating Interest (PI) sebesar 10% serta permintaan pembangunan rumah sakit di Aceh Timur (permohonan pembangunan RS ini sebenarnya juga dapat dipahami, mengingat setelah Aceh Timur berpindah ibu kota kabupaten dari Kota Langsa ke Kota Idi, Pemda Aceh Timur belum mampu membangun RS yang lebih representative).

Menyangkut PI 10% memang diatur tersendiri dalam PP Migas 35 Thn 2004 yaitu pasal 34, yang mensyaratkan bahwa Kontraktor (Pengelola Blok Migas) wajib menawarkan PI sebesar 10% kepada BUMD di suatu Wilayah Kerja (WK) migas yang akan memasuki tahap produksi.

Perkembangan yang terjadi saat ini, sepertinya antara Gubernur Aceh dan Bupati Aceh Timur serta Medco sedang dalam proses komunikasi yang intens mengenai tuntutan ini, namun disisi yang lain besar kemungkinan selama ini Medco juga luput dari memenuhi kewajiban untuk menawarkan PI ini. Apabila Medco berhasil menyelesaikan tuntutan ini, maka perjalanan pengembangan Blok A menuju tahap produksi akan berjalan mulus.
IX. URGENSI PENGEMBANGAN BLOK A

Kondisi Aceh saat ini, lapangan gas Arun & Lhokseukon yang selama ini menjadi andalan ekspor LNG dan gas untuk industri petrokimia di Aceh Utara, sejak 10 tahun terakhir terus mengalami penurunan kapasitas produksi (natural decline), dan ekstrim nya adalah thn 2003 PT. PIM, Pupuk Asean (AAF) dan Kertas Kraft (KKA) tidak lagi mendapatkan supply gas dari ExxonMobil, sehingga menyebabkan AAF dan KKA harus tutup karena ketiadakan bahan baku dan sebagai sumber energy, sedangkan PIM sudah beberapa tahun terakhir mengandalkan gas swap dari Bontang (Gas Arun prioritas memenuhi komitmen ekspor).
Kondisi diatas mengisyaratkan bahwa pengembangan Blok A menuju tahap Produksi merupakan hal yang sangat mendesak demi kelangsungan industri petrokimia di Aceh disamping juga untuk meningkatkan pendapatan APBD Aceh disektor Migas.
X. BEBERAPA HAL YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN.

• Perijinan Pemda Aceh

Apabila tuntutan Pemda Aceh Timur berhasil direalisasikan (ditangani dengan baik) oleh Medco, maka persoalan perijinan dengan pemerintah setempat dapat dianggap tuntas dan Kontraktor proyek semestinya tidak perlu mengalokasikan kontigensi biaya yang tinggi dalam proposal, namun jika sebaliknya maka biaya perijinan konstruksi perlu mendapat ruang yang memadai (mengingat saat eksekusi nantinya berpotensi adanya extra cost untuk biaya perijinan yang berhubungan dengan Pemda setempat dan bekerja dalam kondisi tidak harmonis).
• Kondisi Keamanan di Aceh

Kondisi keamanan Aceh saat ini dapat dikatakan sudah sangat kondusif, dalam artian masyarakat setempat sudah dapat melakukan aktifitas kesehariannya selama 24 jam tanpa adanya gangguan keamanan, namun demikian kasus kriminal murni tentu saja masih saja terjadi (sama halnya dengan daerah lain di Indonesia).

Eks kombatan (GAM) sudah direkrut oleh Medco sebagai tenaga pengamanan, dan mudah2an ini bisa diberdayakan saat kegiatan konstruksi nantinya.
• Lokasi CPP (Central Processing Plant) mudah dijangkau.

Lokasi lapangan migas yang akan dikembangkan oleh medco ini adalah berjarak maksimal 13 KM dari jalan Raya Medan – Banda Aceh, yaitu tepatnya berada di Lapangan Alusiwah – Bagok kecamatan Nurussalam, sehingga akses kelokasi proyek relative mudah dijangkau (baik lokasi CPP, Flowline dan Sales Gas Pipeline) adalah merupakan area dan akses jalan yang telah dibebaskan oleh Asamera (pemilik lama) serta sales gas pipeline nya sebagian besar menggunakan pipa existing (Eks Exxon Mobil), adapun jalur pipa yang akan dibangun baru +/- 35 KM sehingga diharapkan dalam proses eksekusi tidak ditemukan kendala yang berarti.


5 komentar:

  1. Ass. Saya putra daerah bagok, bagaimana peluang kerja untuk putra daerah. dan mengapa hasil migas di aceh timur tidak diproduksi di tempat.

    BalasHapus
  2. Pak surkani yang baik,,,,,Salam

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum pak..
    Saya putra daerah aceh timur yg sedang menuntut ilmu di bidang migas kalau boleh tau kapan ada pembukaan recruitmen tenaga kerja di medco aceh timur..

    BalasHapus
  4. saya ingin ber partner dgn mrdco.sebagai pemasuk
    barang dan spare part .bagaimana catanya.
    supaya menjadi rekanannya

    BalasHapus